letakkan Script Iklan anda disini

Senin, 13 Februari 2012

Bakul ethek marak di Ponorogo


Ponorogo- Kata News
Bakul ethek demikian sebutan bagi para pedagang sayur keliling. “Kenapa disebut bakul ethek?” kebanyakan bila ditanyakan hal ini, tentu mereka menjawab tidak tahu. Yang pasti sebutan ini telah digunakan sebagai bahasa sebutan bagi para pedagang sayur.
Para Bakul Ethek Di Pasar Subuh Songgolangit
Barangkali mereka disebut sebagai bakul ethek karena umumnya mereka memakai gerobak (keranjang) yang sebagai tempat menaruh dagangan. Namun ethek dalam Kamus Bahasa Jawa bukan berarti keranjang. Akan tetapi entah, mengapa mereka di sebut bakul ethek.
Para pedagang ethek ini banyak yang masih muda, tapi ada juga yang sudah berusia tua dan tidak sedikit para ibu-ibu yang memilih pekerjaan ini. Tentu alasannya adalah karena profesi bakul ethek penghasilannya sangat lumayan.

Dengan maraknya bakul ethek ini tentunya bias memberikan kemudahan bagi para ibu rumah tangga yang merasa di untungkan.  Kalau biasanya mereka pergi kepasar untuk membeli sayuran guna menyiapkan makan keluarga dengan adanya bakul ethek mereka tidak usah harus kepasar. Cukup menanti datangnya bakul ethek di rumah sayur telah dating sendiri.
Bakul Ethek menghias Pasar Songgo Langit
Bila kita mengamati bakul ethek jangan hanya dengan penghasilannya saja yang lumayan. Tapi kita juga melihat bagaimana jerih payahnya para bakul ethek ini.
Bias kita lihat pemandangan Pasar Subuh (Pasar Stasiun dan Pasar Songgo Langit) banyak sepeda motor berjajar digan membonceng rombong sayur disana. Mereka dari jam 01.00 WIB telah banyak mengantri untuk membeli dagangan untuk dijual secara keliling.
Suasana Subuh Pasar Songgo Langit
Para Pedagang sayur “ethek” ini tidak hanya dari sekitar perkotaan yang jarak tempuh dengan pasar Songgo Langit tidak begitu jauh. Tapi dari berbagai daerah di Ponorogo. Ada yang dari, Pudak, Sawoo, Sooko yang jarak tempuhnya lebih dari 30 kilo meter sampai di pasar Songgo langit. Berarti para pedagang sayur Ethek ini dituntut bangun tengah malam.
Suwito, salah satu pedagang sayur ethek yang berasal dari Sooko mengatakan bahwa dirinya jam 11.00 WIB harus bangun dan mandi. Setelah itu ia berangkat menuju Pasar Songgo Langit. Kalau tidak demikian Suwito ketakutan tidak mendapat dagangan sayur yang baik. Selain itu para langganan Suwito kebanyakan adalah orang desa yang memulai aktifitas dapur pagi sekali. Dirinya takut kalau kehilangan pelanggan. Maka Suwito merelakan dirinya tengah malam menerobos hutan jati untuk mencari dagangan.
Menurut Suwito hal itu memang berat untuk dilakukan pada kali pertama ia memulai aktifitas sebagai pedagang sayur ethek ini. Namun lama-kelamaan hal itu ia lakukan, bagi Suwito telah menjadi terasa ringan. “Barangkali telah menjadi kebiasaan saya,” demikian tuturnya.
Menurut Sutaji, salah satu sopir truk yang mengangkut sayur di Pasar songgo Langit, bakul ethek ini ternyata tidak hanya ramai di Pasar subuh Songgo Langit. Tapi juga banyak di Pasar Balong dan Pasar Sumoroto.
Bakul ethek dan Penghasilannya
Cukup lumayan, demikian keterangan Kusnadi salah satu bakul ethek yang keliling di daerah Kecamata Sambit. Setidaknya dari profesi ini Kusnadi mampu meraup penghasilan 30 ribu rupiah bahkan kadang mampu mencapai empat puluh ribu rupiah.
“Paling besar 60 ribu rupiah bersih,” tegasnya.
Waktu yang Kusnadi perlukan dalam menjalani profesi untuk menjajakan sayuran secara keliling cukup sampai jam 2 siang paling lama.
Dengan menjalani profesi sebagai bakul ethek ini Kusnadi yang akrab dipanggil Sikus, bias menghidupi rumah tangganya bahkan juga menyekolahkan anaknya yang duduk dibangku Taman Kanak-Kanak nol besar. Dari penghasilan 3 tahun sebagai bakul ethek Kusnadi, juga telah mampu membuka kios kecil di rumahnya.
Menurut pengakuan Kusnadi Kios dirumahnya juga dijaga oleh isterinya, sambil momong anaknya. Selain menyediakan sayuran dan lauk pauk di kios itu Kusnadi juga menyediakan berbagai macam kebutuhan bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari.
Alasan Kusnadi membuka kios kecil dirumah selain memberi kesibukan istri dan tambahan penghasilan, sayur dan lauk yang tidak habis saat di jajakan secara keliling bias ia jual dikiosnya. Tentunya untuk sayuran bila telah layu, ia bias jual separuh harga. Tapi untuk kacang tholo, ikan asin dan jenis lauk pauk lain masih bias ia jual di kios tersebut.
“Yang paling ia senangi lagi, belanja untuk kiosnya bias sekalian belanja untuk kiosnya. Sehingga cukup sekali jalan”, tuturnya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar