letakkan Script Iklan anda disini

Rabu, 15 Februari 2012

Mengenal Batik Ponorogo


Sejarah batik Ponorogo
Riwayat pembatikan Ponorogo, yang kisahnya berkaitan dengan penyebaran ajaran Islam di daerah ini. Disebutkan masalah seni batik didaerah Ponorogo erat hubungannya dengan perkembangan agama Islam dan kerajaan-kerajaan dahulu. Karena R. Bathoro Katong yang juga di sebut sebagai R. Katong dan Adipati Ponorogo merupakan pejuang Islam dan petilasan yang ada sekarang ialah sebuah mesjid didaerah Patihan Wetan. 
Batik TulisMerak (Grebeg) Karya Ibu Mariana
Perkembangan selanjutnya, di Ponorogo, di daerah Tegalsari ada sebuah pesantren yang diasuh Kyai Hasan Basri atau yang dikenal dengan sebutan Kyai Agung Tegalsari. Pesantren Tegalsari ini selain mengajarkan agama Islam juga mengajarkan ilmu ketatanegaraan, ilmu perang dan kesusasteraan. Seorang murid yang terkenal dari Tegalsari dibidang sastra ialah Raden Ronggowarsito. Kyai Hasan Basri ini diambil menjadi menantu oleh raja Kraton Solo.
Waktu itu seni batik baru terbatas dalam lingkungan kraton. Oleh karena putri keraton Solo menjadi istri Kyai Hasan Basri maka dibawalah ke Tegalsari dan diikuti oleh pengiring-pengiringnya. Disamping itu banyak pula keluarga kraton Solo belajar di pesantren ini. Peristiwa inilah yang membawa seni batik keluar dari kraton menuju ke Ponorogo. Pemuda-pemudi yang dididik di Tegalsari ini, dalam masyarakat akan menyumbangkan dharma batiknya dalam bidang-bidang kepamongan dan agama.
Kota ponorogo adalah salah satu kota di Indonesia yang pernah menjadi bukti sejarah perbatikan di Indonesia. Pada era tahun 1960-1980, kota Ponorogo memiliki 750 pembatik. Pembatik tersebut berlindung di bawah dua koperasi yang menjadi induk ekonomi para pembatik, yaitu  dua koperasi yang khusus mengurusi pengusaha batik.

Sebagai bukti pernah jayanya ekonomi Ponorogo dengan batik, kita bisa lihat banyaknya bangunan tua yang ada di Ponorogo. Entah itu bentuk rumah dan peralatan batik yang masih tersimpan. Daerah perbatikan lama yang bisa dilihat sekarang ialah di daerah Kauman (sekarang Kepatihan Wetan), Desa Ronowijayan, Mangunsuman, Kertosari, Setono, Cokromenggalan, Kadipaten, Nologaten, Bangunsari, Cekok, Banyudono dan Ngunut.
Corak dan motif batik Ponorogo banyak mengangkat tema flora dan fauna yang motifnya condong ke Solo dan Jogjakarta. Motif-motif itu di antaranya adalah latar ireng reog, sekar jagat, djarot asem, klitik dan sebagainya. Untuk warna dasarnya lebih cenderung gelap.
Mariana dan karya batik
Salah seorang pengrajin batik, Mariana (60) mengatakan, batik Ponoogo terkenal dengan motif meraknya. Motif ini terilhami dari kesenian reog yang menjadi ikon di daerah Ponorogo. Mariana sendiri selama kiprahnya menekuni batik sejak awal 1980-an, telah menciptalan sedikitnya 25 motif batik asli Ponorogo. Di antara sekian motif tersebut yang paling terkenal adalah motif Merak tarung, Merak romantis, Sekar jagad dan Batik reog.
Sebagai pembatik yang telah meraih penghargaan Upakarti Presiden (1991) dengan kriteria pengabdian kepada Batik, Mariana menciptakan corak batik yang dikenal dengan batik grebek. Disebut sebagai batik grebeg karena batik ini banyak dipesan orang pada acara Grebeg Suro, terangnya sambil tersenyum.
Langkah dan strategi pengembangan dan  pemasaran
Dilematis, begitulah kalimat yang layak kita keluarkan bila melihat pemasaran batik Ponorogo. Kenapa, karena ada dua hal yang sangat kontradiksi. Sebab satu sisi saat batik melonjak produksi kurang. “Terlebih batik tulis. Sebab batik tulis ini harus di batik langsung, tanpa memakai sablon,” ujar Mariana.
Mariana, yang juga mantan Anggota DPRD Ponorogo ini mencoba membuka galeri. Galeri yang ia buka ada di Solo, Jawa Tengah dan Ponorogo.
Namun walau bagaimanapun, memang perkembangan batik ponorogo masih cukup lamban. “Ramainya hanya saat Grebeg suro atau Agustusan,”ujar Mariana. Alasannya karena pada acara tersebut banyak PNS yang dianjurkan memakai batik khas ponorogo.
Mariana yang telah mmperagakan batik pada 3 Negara diantaranya, Mesir, Syiria dan Malaysia ini juga melakukan upaya-upaya untuk penyelamatan batik Ponorogo. Sebab bagi Mariana tak ada kata pantang menyerah. Ia harus tetap berkarya dan tetap mengembangkan batik. Karena batik adalah warisan leluhur dan juga warisan keluarganya sendiri.
Maka, tak bosan-bosan Mariana mengembangkan batik Ponorogo. Selain dirinya tetap eksis dalam produksi batik yang memperkerjakan para ibu-ibu dan remaja dirinya juga rajin memberikan materi dalam kegiatan Workshop maupun diklat batik. Diantaranya yang telah Mariana hadiri sebagai pemateri di Balai Kelurahan Kertosari dan Kafe warok.
Harapan terhadap batik Ponorogo
Batik Indonesia secara resmi dimasukkan dalam 76 warisan budaya tak benda oleh UNESCO. Batik Indonesia dinilai sarat dengan teknik, simbol, dan budaya yang tidak lepas dari kehidupan masyarakat sejak lahir hingga meninggal.
Masuknya batik Indonesia dalam Daftar Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) diumumkan dalam siaran pers di portal UNESCO pada 30 September2009. Batik menjadi bagian dari 76 seni dan tradisi dari 27 negara yang diakui UNESCO dalam daftar warisan budaya tak benda melalui keputusan komite 24 negara yang bersidang di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab hingga Jumat (2 Oktober 2009).
Ini seharusnya menjadi cambuk bagi Bupati Amin, untuk mampu meningkatkan dan mengembangkan batik Ponorogo. Sebab, tak ada perkembangan batik di daerah manapun tanpa campur tangan pemerintah.
Maka dari itulah Mariana sebagai pengrajin batik berharap banyak, agar ada kemauan warga Ponorogo untuk mencintai batik ponorogo. Dengan demikian mampu meningkatkan kekuatan produck lokal. “ Kalau bisa Bupati memberikan himbauan atau bentuk intruksi pada PNS untuk memakai seragam batik dengan corak kas Ponorogo,” ujarnya. (aji).






Tidak ada komentar:

Posting Komentar