Sejarah batik Ponorogo
Riwayat pembatikan Ponorogo, yang kisahnya
berkaitan dengan penyebaran ajaran Islam di daerah ini. Disebutkan masalah seni
batik didaerah Ponorogo erat hubungannya dengan perkembangan agama Islam dan
kerajaan-kerajaan dahulu. Karena R. Bathoro Katong yang juga di sebut sebagai
R. Katong dan Adipati Ponorogo merupakan pejuang Islam dan petilasan yang ada
sekarang ialah sebuah mesjid didaerah Patihan Wetan.
![]() |
Batik TulisMerak (Grebeg) Karya Ibu Mariana |
Waktu itu seni batik baru terbatas dalam
lingkungan kraton. Oleh karena putri keraton Solo menjadi istri Kyai Hasan
Basri maka dibawalah ke Tegalsari dan diikuti oleh pengiring-pengiringnya.
Disamping itu banyak pula keluarga kraton Solo belajar di pesantren ini.
Peristiwa inilah yang membawa seni batik keluar dari kraton menuju ke Ponorogo.
Pemuda-pemudi yang dididik di Tegalsari ini, dalam masyarakat akan
menyumbangkan dharma batiknya dalam bidang-bidang kepamongan dan agama.
Sebagai bukti pernah jayanya ekonomi Ponorogo
dengan batik, kita bisa lihat banyaknya bangunan tua yang ada di Ponorogo.
Entah itu bentuk rumah dan peralatan batik yang masih tersimpan. Daerah
perbatikan lama yang bisa dilihat sekarang ialah di daerah Kauman (sekarang
Kepatihan Wetan), Desa Ronowijayan, Mangunsuman, Kertosari, Setono,
Cokromenggalan, Kadipaten, Nologaten, Bangunsari, Cekok, Banyudono dan Ngunut.
Corak dan motif batik Ponorogo banyak mengangkat
tema flora dan fauna yang motifnya condong ke Solo dan Jogjakarta . Motif-motif itu di antaranya
adalah latar ireng reog, sekar jagat, djarot asem, klitik dan sebagainya. Untuk
warna dasarnya lebih cenderung gelap.
![]() |
Mariana dan karya batik |
Sebagai pembatik yang telah meraih penghargaan
Upakarti Presiden (1991) dengan kriteria pengabdian kepada Batik, Mariana
menciptakan corak batik yang dikenal dengan batik grebek. Disebut sebagai batik
grebeg karena batik ini banyak dipesan orang pada acara Grebeg Suro, terangnya
sambil tersenyum.
Langkah dan strategi pengembangan dan pemasaran
Dilematis, begitulah kalimat yang layak kita
keluarkan bila melihat pemasaran batik Ponorogo. Kenapa, karena ada dua hal
yang sangat kontradiksi. Sebab satu sisi saat batik melonjak produksi kurang.
“Terlebih batik tulis. Sebab batik tulis ini harus di batik langsung, tanpa
memakai sablon,” ujar Mariana.
Mariana, yang juga mantan Anggota DPRD Ponorogo
ini mencoba membuka galeri. Galeri yang ia buka ada di Solo, Jawa Tengah dan
Ponorogo.
Namun walau bagaimanapun, memang perkembangan
batik ponorogo masih cukup lamban. “Ramainya hanya saat Grebeg suro atau
Agustusan,”ujar Mariana. Alasannya karena pada acara tersebut banyak PNS yang
dianjurkan memakai batik khas ponorogo.
Mariana yang telah mmperagakan batik pada 3
Negara diantaranya, Mesir, Syiria dan Malaysia ini juga melakukan
upaya-upaya untuk penyelamatan batik Ponorogo. Sebab bagi Mariana tak ada kata
pantang menyerah. Ia harus tetap berkarya dan tetap mengembangkan batik. Karena
batik adalah warisan leluhur dan juga warisan keluarganya sendiri.
Maka, tak bosan-bosan Mariana mengembangkan batik
Ponorogo. Selain dirinya tetap eksis dalam produksi batik yang memperkerjakan
para ibu-ibu dan remaja dirinya juga rajin memberikan materi dalam kegiatan
Workshop maupun diklat batik. Diantaranya yang telah Mariana hadiri sebagai
pemateri di Balai Kelurahan Kertosari dan Kafe warok.
Harapan terhadap batik Ponorogo
Batik Indonesia secara resmi dimasukkan
dalam 76 warisan budaya tak benda oleh UNESCO. Batik Indonesia dinilai sarat dengan
teknik, simbol, dan budaya yang tidak lepas dari kehidupan masyarakat sejak
lahir hingga meninggal.
Masuknya batik Indonesia dalam Daftar
Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) diumumkan dalam
siaran pers di portal UNESCO pada 30 September2009. Batik menjadi bagian dari
76 seni dan tradisi dari 27 negara yang diakui UNESCO dalam daftar warisan
budaya tak benda melalui keputusan komite 24 negara yang bersidang di Abu
Dhabi, Uni Emirat Arab hingga Jumat (2 Oktober 2009).
Ini seharusnya menjadi cambuk bagi Bupati Amin,
untuk mampu meningkatkan dan mengembangkan batik Ponorogo. Sebab, tak ada
perkembangan batik di daerah manapun tanpa campur tangan pemerintah.
Maka dari itulah Mariana sebagai pengrajin batik
berharap banyak, agar ada kemauan warga Ponorogo untuk mencintai batik
ponorogo. Dengan demikian mampu meningkatkan kekuatan produck lokal. “ Kalau
bisa Bupati memberikan himbauan atau bentuk intruksi pada PNS untuk memakai
seragam batik dengan corak kas Ponorogo,” ujarnya. (aji).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar