Tembang dolanan yang sangat apik pernah kita dengar saat purnama tiba. Anak-anak kecil bermain dengan penuh keasyikan di halaman. Bergembira riang sepenuh jiwanya. Ada yang bermain obak sodor, masinan dan tembang-tembang ini selalu dinyanyikan sambil berteriak dan tertawa renyah.
Bahkan tembang ini juga sering dinyanyikan para penggembala kambing, anak yang bermain dakon tanpa mempedulikan gendernya, bermain macanan, orang tua yang membajak sawah dan para sopir dokar, sopir andong gerobak sapid an lain sebagainya. Demikianlah tembang dolan itu:
Sluku-sluku bathok
Bathoke ela-elo
Si Rama menyang Sala
Oleh-olehe payung mutha
Mak jenthit lolo lobah
Wong mati ora obah
Nek obah medeni bocah
Nek urip goleka dhuwit.
Kalau saya membaca di berbagai tulisan, banyak yang menerjemahkan ini sebagai piweling suci dari para wali dengan penafsiran religious. Namun saya, tidak mempunyai banyak refrensi dari Al-Qur’anul karim maka saya menerjemahkan Tembang ini dengan penafsiran yang lain.
Sluku-sluku bathok adalah duduk sambil selonjor kedua kaki. Ini maknanya adalah bersantai. Entah santai sambil merenungkan kehidupan atau santai sambil memikirkan yang lain. Namun bagaimanapun, kita harus mmemiliki satu prinsip bahwa orang yang bersantai itu tidak akan meraih apa-apa, selain hanya mampu menggapai lamunan itu sendiri. Dan dalam duduk santai harus memulailah untuk berfikir apa yang harus dikerjakan dari batin yang dalam dan bersihnya hati. Sluku-sluku bathok,: berasal dari Bahasa Arab : Ghuslu-ghuslu bathnaka, artinya mandikanlah batinmu. Membersihkan batin dulu sebelum membersihkan badan atau raga. Sebab lebih mudah membersihkan badan dibandingkan membersihkan batin atau jiwa.
Maka untuk merubahnya harus dengan keberanian, dengan bekerja yang baik dan penuh dengan keberanian, yakni harus berani berpikir cerdas atau bathoke ela-elo. Walau bagaimanpun kecerdasan dan kemampuan dalam menggapai kerja atau bentuk apa saja jangan lah kita melupakan bahwa Allah adalah penentunya. Modal utama kita dalam berkarya dalam pekerjaan apa saja adalah Bathoke ela-elo : batine La Ilaha Illallah : maksudnya hatinya senantiasa berdzikir kepada Allah, diwaktu senang apalagi susah, dikala menerima nikmat maupun musibah, sebab setiap persitiwa yang dialami manusia, pasti mengandung hikmah.
SiRomo menyang solo, Kita tahu bahwa Solo dulu waktu adalah ibu kota kerajaan, dan pusat perekonomian di tanah Jawa. Bahkan hingga ini saat, solo dengan pasar gedenya masih menjadi pusat perbelanjaan, dan pedagang kain menjadikan pasar klewer sebagai sarana perbelanjaan. Kalau kita maknakan secara religious, maka kita harus mengabdikan diri kita sepenuhnya hanya pada Sang Khaliq. Memasrahkan semuanya pada Yang Esa.
Oleh-olehe Payung mutha, mencari perlindungan sebagai sarana ngiyup dari panas dan hujan. Karena Rama adalah imam yang menjadi pelindung bagi keluarganya. Maka ia harus berani menyelamatkan anak dan istrinya dengan memberikan perlindungan, dari terik mentari dan guyuran air saat hujan. Romo harus mamapu memberikan payung yang mampu menyelmatkan anak-anaknya di dunia maupun akhirat. Maka dari Solo Romo mendapatkan oleh-oleh payung motha : Lailaha Illalah hayyun mauta : dzikir pada Allah mumpung masih hidup, bertaubat sebelum datangnya maut. Manusia hidup di alam dunia tidak sekedar memburu kepentingan duniawi saja, tetapi harus seimbang dengan urusan-urusan ukhrowi. Kesadaran akan hidup yang kekal di akhirat, menumbuhkan semangat untuk mencari bekal yang diperlukan.
Maka kita harus menyadari bahwa apa yang kita miliki adalah titipan belaka dari Allah Yang Kuasa. Kecerdasan kepiawaian, intelektual, kekayaan bahkan anak dan istri adalah amanah dari Allah. Tidak hanya itu, nyawa sekalipun adalah milik Allah Yang penuh dengan Keagungan kekuasaan. Apa, yang kita miliki? Kalau Allah sudah menghendaki semua sekedar sakjenthitan saja sudah tergulung habis. Maka bagi kita yang kadang mengakui bahwa apa yang ada pada diri itu milik sendiri dan meyakini bahwa itu semua diluar campur tangan allah maka yang terjadi adalah nguda rasa atau grundhelan dan berkata” lo-lo bah”.
Wong mati ora obah, nek obah medeni bocah, nek urip golekka dhuwit : Kematian adalah akhir dari segala kehidupan dunia. Namun disini tidak demikian, banyak mereka yang masih hidup secara Nampak dengan badan. Tapi hati dan pikirannya telah lupa pada Allah. Sehingga ia melupakan akan kekuatan yang dimiliki adalah milik Allah. Yang demikian inilah yang kadang menjadi sumber petaka. Sebab demi kekayaan ia merelakan melakukan apa saja. Kebohongan, korupsi dan bentuk maksiat lain. Maka pantas kita sebut lak urip ngedeni bocah. Karena meski jadi pejabat menteri sekalipun kalau bermain korup, menjadi pemeras hanya menakuti pada rakyat kecil. Maka bila masih hidup seharusnya nggoleko dhuwit, yaitu duit yang mampu memberi kebahagiaan dunia dan berlandaskan kebenaran. Selain itu duit juga bias artikan ilmu yang luhur penuh dengan kesucian. Yaitu ilmu haq yang berdasarkan pada tuntunan agama.
*)Penulis adalah pemimpin redaksi Kata News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar